Pagi ini, tanggal 23 Mei 2006, seluruh koran-koran di ibukota menyajikan berita tentang perseteruan, sekaligus merupakan puncak dari api dalam sekam, antara Bambang Trihatmojo dengan anak kandung serta istrinya.Tanpa bermaksud berpihak, siapa yang benar maupun siapa yang salah, saya hanya ingin mengatakan bahwa saya lebih beruntung dari mereka. Sebab kelebihan harta yang dimiliki mereka itu bukan segala-galanya. Memiliki anak-anak yang sehat juga bukan berarti semua masalah selesai.
Ternyata baik harta maupun anak-anak hanya merupakan titipan dari yang Maha Kuasa. Keduanya ternyata tidak bisa membeli kebahagiaan. Kebahagiaan, merupakan suatu yang banyak cari-cari penduduk di ibukota ini, kadang dari pagi sampai pagi lagi. Kebahagiaan itu, ternyata tidak ada dimana-mana. Tidak ada dalam harta yang berlimpah, tidak juga pada anak-anak yang sehat pertumbuhan dan perkembangannya.
Kebanyakan kita tak pernah sadar, bahwa kebahagiaan itu adanya, sangat dekat sekali dengan diri kita. Kebahagiaan itu terletak di dalam hati kita masing-masing, tidak ada di tempat lain, walau kita cari sampai mati.Mungkin kita bisa membeli kebahagiaan, tapi hanya kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang duniawi, dan pasti tidak hakiki. Kebahagiaan semu itu memang dijual dimana-mana, tapi khusus untuk orang yang tak tahu makna hidup ini. Ternyata satu kata itu, bahagia, tidak akan pernah terdapat pada harta yang berlimpah, pada istri yang cantik bak bidadari, atau pada anak-anak yang sehat. Kesimpulan itu dapat kita lihat dari diri keluarga besar anak-anak Pak Harto dan keluarganya.
Di Indonesia ini tak ada yang mengenal keluarga Cendana. Tidak ada yang kurang dari mereka, semua ada. Tapi, yang pasti mereka tidak memiliki satu kata itu, bahagia. Jika Bambang Tri bahagia dan puas dengan yang dimilikinya, insiden itu pasti tak akan terjadi. Itulah yang membuatnya mencari kebahagiaan di luar keluarganya, sehingga akhirnya aib keluarga menjadi konsumsi publik. Aib keluarga itu, tak akan hilang walau dalam hitungan satu abad. Buat apa memiliki semuanya di dunia, ketika aib mencoreng muka diri, dan keluarga besar kita.
Buat saya, kebahagiaan paling hakiki adalah, ketika saya mampu mendampingi putra putri saya ketika mereka belajar melihat kehidupan ini. Ketika mereka saya ajak merenda masa depannya sendiri. Tidak perlu yang muluk-muluk, saya sudah sangat bahagia mendengar tawa anak-anak saya ketika saya datang. Saya sudah sangat bahagia ketika melihat anak saya bermain bersama atau bahkan ketika berebutan suatu benda atau makanan. Saya sangat bahagia ketika bisa melihat mereka tidur dengan nyenyak di malam hari. Saya sangat bahagia, mendengar rengekan anak saya yang kedua ketika saya memeluk anak saya yang pertama, begitupula sebaliknya. Suasana itulah yang membuat saya selalu kangen rumah. Saya tak pernah betah lama-lama meninggalkan rumah, karena saya merasa takut kehilangan momen-momen terindah bersama mereka.
Kadangkala manusia lupa bila diberi keberlimpahan, atau diberi kelebihan oleh yang Maha Kuasa. Berapa banyak orang tua yang tidak pernah bersyukur. Dan yang paling penting, kebahagiaan itu ternyata bisa diperoleh dari orang-orang dekat di sekitar kita. Saya sudah membuktikannya, dan silakan anda membuktikannya sendiri dengan keluarga anda. @230506
Dari milis puterakembara